Antara Mutu Madrasah Dengan Sekolah
oleh : Didik Setiawan
oleh : Didik Setiawan
Mutu Madrasah lebih rendah dibanding dengan mutu Sekolah, hal ini
memang menjadi cambukan keras bagi madrasah terutama para pendidik dan
akademisi yang berkecimpung dalam pendidikan berbasis madrasah/ pendidikan
islam lainnya, menurut saya karena memang pola madrasah yang kurang memfokuskan
pada aspek life skill (Keahlian) serta Sains (Ilmu Pengetahuan) terlebih
madrasah selama ini dipandang hanya memiliki kemampuan dibidang agama islam
sebagai contoh : bahasa arab, fiqih, akidah akhlak, hadist, ilmu qur’an ,
sejarah peradaban islam, madrasah lebih ahli dan menguasai hal tersebut hingga
pandangan umum menyatakan bahwa madrasah belum memiliki perhatian terhadap
aspek life skill dan sains, memang agak disayangkan mengapa hal ini terus saja
dibandingkan dengan sekolah umum yang memang juara di bidang life skill dan
sains apalagi dengan hadirnya sekolah menengah kejururan (SMK) yang sudah
sangat terbuka untuk menjamin lulusannya siap kerja dan memiliki kualifikasi
life skill dan sains yang mumpuni, setiap lulusannya dibekali keterampilan pada
bidang tertentu yang memang sudah direncanakan lewat kurikulum yang mendukung,
disisi lain sejak UU no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(sisdiknas) lahir maka posisi madrasah pada saat ini mulai kuat dan memilki
tempat yang sederajat dengan sekolah – sekolah yang lain. Namun mutu madrasah tidak bisa dipandang
hanya sebatas dibawah sekolah. Karena posisi madrasah merupakan sekolah yang
khusus dan khas karena madrasah memiliki kurikulum yang sama dengan kurikulum
sekolah dan dibedakan dengan aspek ilmu agama dan kurikulum dari kementrian
agama dan madrasah mendapat kurikulum pengetahuan umum dari kementrian
pendidikan nasional.
Madrasah yang menerapkan kurikulum yang berbeda yaitu kurikulum
agama dan kurikulum umum ini memang masih memiliki banyak kelemahan,
diantaranya : tidak seimbangnya prosentasi ilmu agama dan ilmu umum yaitu 70 %
ilmu agama dan 30 % ilmu umum, hal ini menyebabkan lemahnya daya saing madrasah
terhadap sekolah – sekolah umum, ilmu agama memang menjadi focus utama dan ciri
khas sekolah madrasah, dimanapun madrasah yang ada diIndonesia pasti akan
selalu unggul dalam bidang ilmu agama. Dan madrasah juga harus mampu menjawab
tantangan dan perubahan zaman karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
diharapkan bisa menjaga dan melestarikan identitas dan cirri khasnya sebagai
lumbung ilmu pengetahuan agama dan tidak tertinggal oleh kemjuan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehinga dapat balance dengan perkembangan yang
dihadapi diera sekarang, seperti yang ditawarkan sekolah – sekolah umum. Pada
hakikatnya sekolah umum memang maju berkembang pesat apalagi dengan terus
melakukan perkembangan dibidang penerapan ilmu pengetahuan dan life skill,
sehingga murid dapat menghadapi dunia kerja dan memiliki daya saing untuk
berkompetisi dengan lulusan sekolah lain.
Madrasah yang juga memiliki kultur dan budaya yang melekat yaitu
suatu lembaga pendidikan yang bersifat keagamaan dan cirri khas islam ini mampu
bertahan dan memiliki perkembangan yang sangat signifikan, hal ini yang membuat
kita perlu tahu bahwa madrasah sudah memiliki kemajuan yang membanggakan,
setiap lulusan madrasah dibekali keterampilan serta bekal ilmu agama yang cukup
sehingga berguna bagi masa depan siswa kelak.
Berikut perbandingan kurikulum madrasah dan sekolah :
Kurikulum Madrasah :
Pengetahuan Agama : 70 % Pengetahuan Umum : 30 %
Kurikulum Sekolah :
Pengetahuan Agama : 30 % Pengetahuan Umum : 70 %
Perbandingan Prosentasi Madrasah dan Sekolah dalam Hal Kurikulum
Berbeda dengan sekolah umum, madrasah yang pada umumnya kurang
focus terhadap penanaman life skill, sains yang masih dibawah sekolah untuk itu
perlu peningkatan mtu madrasah pada aspek – aspek yang lain. Menilik pada
penyelenggaraan pendidikan terutama di madrasah, dapat terlihat bahwa kurikulum
yang digunakan di madrasah lebih menitikberatkan pada “content
based curriculum” sehingga penyajian mata pelajaran lebih
diarahkan pada “academic skill” bukan pada
“life skill” dan sedikit menyentuh non-konten seperti penumbuhan sikap ilmiah
dan pengembangan keterampilan proses. Bertolak dari hal itulah maka secara prinsip
peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan pada masa yang akan datang harus
lebih diarahkan pada “competency based curriculum”
Seyogyanya di samping pembekalan keterampilan akademik yang berdimensi “learning
to know” berupa penguasaan materi prasyarat untuk mengikuti
pendidikan pada jenjang di atasnya, maka siswa perlu juga diberi keterampilan
kehidupan (life skill) yang lebih banyak
berdemensi pada learning to do, learning
to be, dan learning to live together. (Delors,
J, et al. 1996) sehingga madrasah bisa
mengejar ketertingaalannya dari sekolah,
yang intinya berupaya menyediakan “tool” untuk mempermudah
penyesuaiannya terhadap dinamika kehidupan. Oleh karena itu maka profil lulusan
secara prinsip diarahkan sebagai “broad competency” yang meliputi
penguasaan konsep esensial, peningkatan keterampilan proses, penumbuhan sikap
ilmiah, dan pengembangan keterampilan berfikir (thinking skill).
Aspek ilmu agama perlu di kembangkaan, dipertahankan dan menjadi
daya tarik madrasah disamping aspek yang sebelumnya dipaparkan, pentingnya
memajukan aspek ilmu agama memang madrasah sudah menjadi icon dalam kehidupan
masyarakat betapa peran madrasah mengajaarkan nilai – nilai dan moral yang baik
terhadap lulusannya, maka sangat jarang dijumpai lulusan atau anak yang
menuntut ilmu di madrasah terlibat tawuran atau hal – hal negative, karena
memang penanaman nilai yang difokuskan oleh madrasah memilki andil dan bagian
untuk membentuk karakter serta watak dan kepribadian bangsa. Cakupan hal ini
memang sangat jelas terlebih lagi icon dan persepsi yang melekat bahwa madrasah
tempat menempa ilmu agama dan pilihan alternative dari maraknya sekolah
bertaraf internasional SBI dan sintisan sekolah bertarah intrnasional.
Madrasah yang ideal hendaknya menjadi tempat di mana semua
peserta didik dapat belajar dengan baik. Dengan kata lain, madrasah harus
menjadi lembaga yang adil dengan memberikan kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan yang sama (equality of opportunity) baik secara kualitas maupun
kuantitas bagi setiap peserta didik. Madrasah diharapkan dapat memainkan
peranan penting dalam pembentukan intelektual, emosional dan spiritual anak.
Madrasah seharusnya menjadi wadah pemupukan kecerdasan setiap siswa, dan di
atas segalanya, menjamin agar setiap peserta didik mendapat kesempatan belajar
yang sama dan layak.
Untuk
mewujudkan madrasah ideal tersebut, setidaknya ada 3 karakter dasar madrasah
yang perlu dikembangkan (Zayadi, 2004), yaitu: memiliki kultur madrasah yang
kuat, kepemimpinan kolaboratif dan belajar kolektif serta membiasakan siswa
menghadapi perubahan/ketidakpastian. Kultur merupakan jiwa madrasah yang
memberi makna bagi setiap kegiatan dan menjadi jembatan antara aktivitas dan
hasil yang dicapai. Kultur adalah keadaan yang mengantarkan siswa madrasah
melebihi batas-batas kekurangan manusiawi manuju tingkatan kreativitas, seni
dan intelektual yang tinggi Kultur juga merupakan kendaraan (vehicle)
untuk mentransformasikan nilai-nilai pendidikan. Kultur tersebut adalah kultur
belajar, yang mesti dibangun sejak awal agar semua komponen madrasah memiliki
komitmen untuk memajukan madrasah.
Madrasah yang
maju, mempunyai visi-misi yang jelas. Jelas bagi pimpinan, staf kantor, dewan
guru dan komite madrasah serta siswa. Visi-misi ini merupakan cita-cita yang
ingin diwujudkan oleh pimpinan madrasah dibantu oleh pihak-pihak terkait. Untuk
mewujudkan visi-misi madrasah perlu adanya pengaturun-pengaturan atau manajemen
agar jalannya pendidikan di madrasah sesuai dengan yang dicita-citakan. Mulai
dari manajemen administrasi kantor, sumber daya guru dan staf hingga pada
manajemen siswa.
Madrasah
memanajemen siswanya. Dari awal diterima, siswanya sudah diidentifikasi
potensi, bakat, dan minatnya. Kemudian mereka dikelompok-kelompokkan sesuai
dengan bakat dan minatnya masing-masing. Ada yang dikelompokkan dalam kelas
percepatan, pandai, sedang dan rendah. Semua pengelompokan ini memiliki
kreteria yang jelas. Sehingga penanganan yang terkait dengan pemberdayaan dan pengembangan potensi mereka
bisa berjalan secara optimal.
Pengelompokan semacam ini sangat
penting bagi pihak madrasah, siswa dan
orang tua. Bagi lembaga, pengelompokan itu memudahkan memberi pelayanan
pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa. Membantu siswa mengembangkan bakat
dan minatnya. Bagi siswa, ia akan lebih enak belajar karena disesuaikan dengan
tingkat perkembangan psikologisnya. Siswa yang pandai tidak merasa dihambat
oleh siswa yang lain karena ada siswa yang berkemampuan jauh lebih rendah. Atau
sebaliknya, siswa yang kurang pintar jadi tidak nyaman belajar dengan temannya
yang berkemampuan jauh lebih cerdas darinya. Bagi orang tua, pengaturan yang
jelas semacan ini akan memberi masukan bagaimana kondisi anaknya. Dengan pengaturan
yang sedemikian rupa itu, orang tua bisa menerima dan menghargai potensi, bakat
dan minat anaknya. Sehingga tidak ada pemaksaan kehendak orang tua untuk
menjadikan anaknya sesuai dengan selera dan cita-citanya. Sebab keinginan orang
tua yang tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan psikologis anak, akan
membahayakan pertumbuhan mental anaknya.
Beberapa sarana
dan prasarana yang bisa digunakan sebagai alat bantu pembelajaran antara lain
buku, alat peraga, model, perpustakaan, dan laboratorium. Kelengkapan sarana ini sangat menentukan keberhasilan
siswa belajar pada suatu madrasah. Oleh karena itu, madrasah yang mengharapkan
kualitas siswanya unggul, maka kelengkapan yang menunjang keberhasilan
pembelajaran di madrasah harus dipenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar